Tuesday, January 29, 2013

Tarian Tradisional Korea

Tarian tradisional Korea (한국 무용; Hanguk Muyong) adalah bentuk seni tari yang berasal dari kebudayaan masyarakat Korea. Tarian tradisional Korea dibedakan menjadi 2 buah kategori, yakni tarian istana dan tarian rakyat. Teks sejarah menuliskan tentang kegemaran rakyat Korea kuno menari dan menyanyi berhari-hari, bermalam-malam sebagai bagian dari ritual pemujaan kepada dewa-dewa. Mereka juga menari untuk mengekspresikan jiwa (sin) dan kegembiraan (heung).
Selendang
Melalui teks-teks kuno, penari Korea pada masa lalu selalu menari dengan selendang panjang di tangan (hansam). Ada pepatah Korea yang berbunyi, ”Seseorang yang memiliki selendang panjang adalah penari yang bagus dan seseorang yang memiliki banyak uang adalah pedagang yang sukses ” Hal ini mengilustrasikan hal yang dianggap penting sebagai tarian yang indah oleh orang Korea kuno dan mengindikasikan gaya utama tarian tradisional mereka.

 

Sejarah

 

Zaman Tiga Kerajaan

Korea memiliki sejarah tarian yang panjang dan beragam. Namun begitu, dikarenakan kondisi yang tidak menguntungkan, hanya sedikit saja bahan bukti yang dapat menjelaskan tentang tarian Korea di zaman kuno.

Goguryeo

Tari dari zaman kerajaan Goguryeo (37 SM-668 M) merupakan bukti paling awal yang menunjukkan seni tari rakyat Korea. Ini diketahui melalui lukisan dinding kuno bernama Muyongchong (Makam Penari) dari abad ke-5 sampai 6 Masehi. Lukisan dinding Muyongchong memperlihatkan 5 orang penari mengenakan kostum dengan selendang tangan yang panjang sambil berbaris dan mengangkat tangan. Tujuh orang penyanyi laki-laki dan perempuan digambarkan berada di bagian bawah lukisan. Li Bai, seorang penyair Cina yang terkenal menuliskan puisi tentang tarian Goguryeo pada saat dipentaskan di istana Dinasti Tang, yang berbunyi:
Mengenakan mahkota emas, sang penari,
Seperti kuda putih, berputar dengan gemulai
Selendang putihnya berkibar melawan angin,
Seperti burung, dari Laut Timur

 

Baekje

Di Baekje, rakyatnya menarikan Takmu, tarian yang ditampilkan pada saat musim tanam antara bulan Mei sampai Oktober. Tari ini tertulis pada teks sejarah dan diperkirakan merupakan asal mula dari kesenian nongak (musik petani). Takmu merupakan tarian yang ditarikan secara berkelompok dimana semua warga desa ikut berpartisipasi serta memainkan alat musik. Seorang seniman Baekje bernama Mimaji memperkenalkan kesenian giak ke Jepang dan sampai sekarang masih dipentaskan di Korea dan Jepang dalam bentuk sendratari topeng.

 

Silla

Seni tari rakyat kerajaan Silla mengkombinasikan elemen-elemen budaya dari Baekje, Goguryeo dan Cina. Sebagian besar karya tari dan musik dipengaruhi oleh tema-tema agama Buddha. Tari-tarian ini umumnya dinikmati oleh kaum bangsawan. Beberapa buah tarian diwariskan ke dinasti-dinasti berikutnya sampai saat ini, antara lain Geommu (tari pedang) dan Cheoyongmu (tari Cheoyong). Keduanya berasal dari tari rakyat namun diperkenalkan ke istana sehingga memikat banyak orang dari kedua kelas. Jenis tarian lain yang masih hidup saat ini antara lain Muaemu (tari biksu Wonhyo), Saseonmu (tari empat dewa), dan Seonyurak (tari pesta perahu). Geommu, Cheoyongmu, dan Muaemu adalah tarian yang bernuansa patriotisme dan semangat, sementara Saseonmu dan Seonyurak lebih bertema harapan akan perdamaian.

 

Dinasti Goryeo

Dinasti Goryeo (918-1392) menyerap dasar-dasar kebudayaan dan kesenian Silla, termasuk seni tari. Berbagai festival dari masa Silla seperti Palgwanhoe dan Yeondeunghoe masih dirayakan dengan meriah di periode ini, bahkan menjadi perayaan terpenting bagi kerajaan dan rakyat jelata. Walau Buddhisme adalah agama negara, masyarakat Goryeo juga menganut agama asli, Shamanisme. Oleh karena itu, perayaan-perayaan agama Buddha dan Shamanisme dapat berdampingan bahkan Palgwanhoe yang memuja dewa-dewa Shamnisme lebih penting daripada Yeondeunghoe yang memuja Buddha. Kesenian agama Buddha pun dipadukan dengan unsur-unsur Shamanisme yang kental.
Musik yang dimainkan dalam ritual agama Buddha dinamakan Beompae dan tariannya dinamakan Jakbeop, terutama dipentaskan untuk mendoakan arwah orang mati. Tarian Jakbeop (Jakbeop-mu) sebagian besar ditampilkan dalam bagian shikdang-jakbeop pada Yeongsanjae, upacara agama Buddha Korea yang paling besar. Jakbeopmu mencerminkan ritual Shamanisme yang dilakukan untuk menentramkan jiwa orang mati dan mengirimkannya ke surga.

 

Dinasti Joseon

Dinasti Joseon menganut paham Konfusianisme dan kehidupan masyarakat berubah dari aristokratik menjadi birokratik. Karena paham Konfusianisme dalam pemerintahan Joseon mencakup aspek ritual (ye) dan musik (ak), maka raja ikut mendukung bidang seni dan kebudayaan. Hasilnya adalah berkembang pesatnya tari-tarian istana dengan jumlah yang diciptakan mencapai 36 jenis sehingga totalnya jika digabungkan dengan tarian dari masa sebelumnya hingga akhir dinasti, mencapai 53 jenis. Perkembangan pesat dalam seni tari dan musik dimaksudkan untuk memperkuat fondasi dinasti dan sebagai harapan akan kesejahteraan bangsa dan negara. Di awal periode ini, Raja Sejong mulai bertanggung jawab mengelola bidang seni musik dan tari Joseon. Banyak karya musik dan tari diciptakan dan pada masa pemerintahannya tidak hanya repertoar musik menjadi semakin bervariasi, namun untuk pertama kalinya beberapa tarian dikombinasikan menjadi pertunjukkan drama. Selain itu, langkah besar diambil dalam bidang musik dan tari dengan mempraktikkan ”Yin Yang dan Lima Negara” menjadi tarian baru, contohnya adalah Obang Cheoyongmu dan Jeongdaeeop.

Tarian rakyat Korea



 


Buchaechum, salah satu jenis tarian rakyat Korea.
 
Tarian rakyat Korea (민속무용) adalah jenis tarian Korea yang bersifat ceria dan dipopulerkan oleh rakyat.Tari ini bermula dari berbagai ritual keagamaan dan upacara pemujaan kepada dewa-dewa shamanisme (gut) serta perayaan-perayaan rakyat.[2] Tarian rakyat yang lahir dari peristiwa-peristiwa ini dibentuk dan dipelihara oleh masyarakat sebagai hal yang penting dalam kehidupan mereka, sehingga lama-kelamaan berkembang menjadi pertunjukkan untuk hiburan dan kesenian.
Tarian rakyat mengungkapkan emosi rakyat dan kehidupan yang apa adanya.Rakyat dapat menarikannya secara bebas dan sedikit batasan dengan latar belakang musik yang bertempo cepat.[4Tari ini kental pula dengan unsur Shamanisme dan Buddhisme. Setiap daerah pun mempertahankan ciri khasnya masing-masing.

 

Sejarah


Lukisan gisaeng menarikan geommu atau tari pedang pada masa Dinasti Joseon karya Hyewon.
Pada masa kerajaan Silla, para bangsawan secara aktif mengembangkan seni tari dan dapat dinikmati baik oleh rakyat jelata maupun kaum bangsawan. Tradisi ini diturunkan ke masa Dinasti Goryeo, yang mengikutsertakan para penari dan penyanyi ke dalam perayaan-perayaan nasional. Namun pada masa Dinasti Joseon, para bangsawan (yangban) menolak menggerakkan tubuh mereka untuk menari dan mulai pada periode ini para penari dikategorikan sebagai warga kelas bawah.Karena kesempatan masyarakat untuk menari bebas sudah hilang, maka dimana mereka bisa menari adalah dalam perayaan gut atau pesta panen raya.
Pada periode Dinasti Joseon, kelompok penghibur profesional dibentuk dan tarian yang mereka pentaskan membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi.Sebagian besar penari profesional ini adalah anggota naryeodogam, lembaga pemerintah yang tampil di narye (ritual menolak bala), upacara di istana, dan hiburan untuk utusan asing. Namun naryeodogam dihapuskan pada masa pemerintahan Raja Injo, jadi para penari ini memencar ke seluruh negeri. Mereka akhirnya dikenal sebagai jaein ("penghibur") dan sadangpae (kelompok penghibur yang mengembara) yang berkeliling negeri untuk menampilkan talchum, yang akhirnya ikut mengembangkan tari topeng di berbagai daerah. Mereka juga mengembangkan berbagai jenis tarian yang dinikmati oleh rakyat jelata.
Pada tahun 1910, Aakbu atau "Kantor Musik Istana" dibubarkan, sehingga para pegawai istana seperti pelayan pesta dan anak laki-laki penari yang bekerja di istana mulai keluar. Sistem perekrutan gisaeng milik pemerintah juga dibubarkan. Kelompok penghibur seperti penari laki-laki dan gisaeng mulai menghibur di teater gaya barat yang dibangun untuk pertama kalinya di Korea. Mereka menarikan tarian tradisional dan tari topeng. Para gisaeng mulai melatih peminat dan mengajarkan berbagai kesenian tradisional. Para penghibur ini berupaya mengubah tarian rakyat yang kasar dan sederhana menjadi bentuk pertunjukkan yang menarik dan indah untuk ditampilkan. Mereka juga berjasa dalam menggabungkan unsur-unsur estetika bangsawan dengan seni rakyat jelata yang sederhana

Salpuri
Tarian rakyat secara luas dapat dikategorikan menjadi tarian populer dan tarian yang bersifat artistik.Tarian populer adalah tari-tarian yang non-profesional khas daerah yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari seperti perayaan panen raya dan berbagai festival. Tari-tari ini memiliki asal dari ritual shamanisme dan aktivitas pertanian.Gerakan khas dari daerah asal memberi corak sederhana dan biasanya ditarikan secara berkelompok, seperti Ganggangsullae, Nodongchum ("tari memacul"), dan Deotbaegichum.
Tari yang bersifat artistik bermula dari tarian yang dipentaskan untuk upacara keagamaan dan permainan tradisional.Namun, seiring berjalannya waktu, kesenian tersebut kehilangan makna, namun gerakannya terus disempurnakan lewat keterlibatan para penghibur yang mementaskannya. Tari ini khusus ditampilkan untuk tujuan profesional dan komersil yang mana telah mengalami pemolesan dan pengkonstruksian kembali.Contohnya adalah Seungmu ("tari biksu"), Salpuri ("tari penyucian jiwa"), Geommu ("tari pedang"), nongak dan talchum.

(wikipedia.com)

0 comments:

Post a Comment